Berita IPM Jateng

Sunyi yang Membunuh: Krisis Kesehatan Mental di Kalangan Pelajar

Di balik tumpukan tugas, nilai rapor, dan aktivitas media sosial, banyak pelajar yang menyimpan luka batin yang tak terlihat. Mereka tertawa di luar, tapi berperang di dalam. Sunyi itu membunuh perlahan—bukan karena lemah, tapi karena terlalu lama merasa sendiri dan tak dipahami. Inilah potret krisis kesehatan mental di kalangan pelajar yang kian mengkhawatirkan, namun masih sering luput dari perhatian.

Kesehatan mental menjadi isu kompleks yang semakin mendapat perhatian, terutama di kalangan Generasi Z—mereka yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an. Di tengah kemajuan teknologi selain tekanan dari medsos kesehatan mental juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk lingkungan, keluarga, dan pengalaman di sekolah. Lingkungan yang tidak mendukung, seperti tekanan sosial atau ekspektasi yang tinggi. Selain itu, dinamika keluarga yang kurang harmonis atau kurangnya dukungan emosional dari orang tua juga berkontribusi signifikan terhadap kesehatan mental pelajar. Pengalaman negatif di sekolah, seperti bullying atau trauma masa lalu, semakin memperparah kondisi tersebut.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa persentase penduduk dengan keluhan kesehatan di Jawa Tengah mencapai 31,86%. Meskipun data spesifik mengenai gangguan kesehatan mental tidak dirinci, angka ini memberikan gambaran umum tentang kondisi kesehatan masyarakat di provinsi tersebut. Selain itu, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mencatat bahwa lebih dari 19 juta penduduk Indonesia berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, dengan lebih dari 12 juta di antaranya mengalami depresi dan angkanya terus meningkat hingga 2024.

Pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan berbagai kebijakan untuk menangani isu kesehatan mental di kalangan pelajar. Program Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) bertujuan meningkatkan akses remaja terhadap layanan kesehatan mental yang berkualitas. Namun, apakah berhasil? belum! tantangan masih ada dalam hal integrasi layanan kesehatan mental ke dalam sistem kesehatan secara menyeluruh dan peningkatan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, evaluasi dan penyesuaian kebijakan diperlukan untuk memastikan relevansi dan efektivitasnya dalam memenuhi kebutuhan pelajar.​

Beberapa risiko akan terjadi jika gangguan kesehatan mental tidak segera ditangani, dampaknya bisa sangat panjang dan merugikan, antara lain:

  1. Menurunnya prestasi akademik
  2. Menarik diri dari lingkungan sosial (antisosial)
  3. Meningkatnya risiko penyalahgunaan zat
  4. Kecenderungan bunuh diri
  5. Masalah kesehatan fisik akibat stres berkepanjangan

Pelajar yang tidak mendapatkan penanganan psikologis sejak dini berisiko membawa luka batin hingga dewasa, yang dapat berdampak pada kehidupan sosial dan profesional mereka di masa depan ditambah masifnya teknologi dan tren yang berkembang, bagi pelajar media sosial bagaikan makanan wajib yang harus dikonsumsi namun bisa menjadi pedang bermuka dua (bisa jadi teman sekaligus musuh). Fenomena FOMO (Fear of Missing Out), cyberbullying, hingga kecanduan validasi dari likes dan komentar dapat memicu rasa cemas, minder, bahkan depresi.

Lalu bagaimana IPM merespon isu tersebut? Bukankah IPM juga sebagai agen of change dan memiliki kader kader hebat yang fokus dalam hal tersebut, dengan ini IPM seharusnya sudah siap dalam merumuskan strategi yang jelas dan relevan bukan hanya terus menerus mendiskusikan tapi tidak ada gerakan untuk menjawab persoalan tersebut. Bukan hanya sampai di situ IPM harus mampu menyuarakan sampai ke tatanan kepemerintahan agar tidak hanya menjadi sampah pemikiran yang dibuang begitu saja tidak ada artinya.

Kesehatan mental bukanlah soal lemah atau kuat, tapi soal bagaimana seseorang bertahan di tengah tekanan yang tak kasat mata. Untuk kamu yang membaca ini dan merasa lelah secara emosional—kamu tidak sendirian. Mulailah bicara, minta bantuan, dan jaga dirimu seperti kamu menjaga nilai dan cita-cita. Karena masa depanmu bukan hanya soal prestasi, tapi juga tentang rasa damai di dalam diri.

Nuun Walqolami Wamma Yathuruun.

Penulis adalah Risti Nurhayati, Ketua Umum PD IPM Klaten

Related Articles

Back to top button